I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dalam bidang pertanian,
para peneliti pertanian mulai mengembangkan penanaman dengan menggunakan bagian
dari jaringan tanaman dengan memanfaatkan sifat jaringan yang mengalami
totipotensi. Bedanya disini adalah penanaman bukan menggunakan media tanah atau
media tanam lain yang lazim digunakan. Penanaman dilakukan dengan menggunakan
media agar-agar dan unsur hara makro dan mikro yang ditambahkan kedalam media.
Media tersebut harus benar-benar steril untuk didapatkan pertumbuhan yang
optimal dan bukannya pertumbuhan kontaminan. Dalam metode kultur jaringan
dikenal berbagai jenis kultur yang digunakan diantaranya adalah kultur organ.
Dalam ilmu fisiologi terdaapat berbagai jenis kultur diantaranya adalah
kultur organ, kultur embrio, dan kultur anther. Kultur organ daun digunakan
untuk studi deferensiasi dan fungsi dari jaringan khusus. Kebutuhan nutrisi dan
keadaan lingkungan dapat di eksplorasi secara lebih tepat dalam kultur In
Vitro. Eksplan yang sering digunakan untuk perbanyakan tanaman cocor bebek
secara in vitro adalah bagian daun, karena mitosis pada sel-sel yang
berkesinambungan sehingga ekstra duplikasi DNA dapat dihindari.
Kultur
embrio merupakan kultur yang menggunakan embrio yang diperoleh dari benih suatu
tanaman yang diambil embrionya. Embrio tersebut di tanam pada media kultur
untuk mengintensifkan pertumbuhan embrio tersebut. Dalam laporan praktikum ini
akan di bahas mengenai kultur embrio dan cara pelaksanaan dalam pembuatan kultur
embrio.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan kultur embrio
yaitu memisahkan embrio yang belum dewasa dan menumbuhkan secara kultur
jaringan untuk menghasilkan tanaman viable, sedangkan tujuan dari eknik kultur
anther yaitu untuk membentuk tanaman haploid yang beragam untuk doubling
mendapatkan genotip homozigot secara cepat.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Kultur
Embrio
Kultur embrio adalah kultur
jaringan tanaman dengan menggunakan eksplan berupa embrio dari
tanaman yang merupakan isolasi secara steril embrio matang ataupun belum matang
dengan tujuan memperoleh tanaman yang viabel.
Berdasarkan tujuan dan
jenis embrio yang dikulturkan, kultur embrio digolongkan menjadi:
1. Kultur Embrio Muda
(Immature Embryo Culture)
Tujuan mengkulturkan embrio
muda ini adalah menanam embrio yang terdapat pada buah muda sebelum buah
tersebut gugur (mencegah kerusakan embrio akibat buah gugur) sehingga teknik
ini disebut sebagai Embryo Rescue (Penyelamatan Embrio). Kondisi seperti ini biasanya
sering dijumpai pada buah hasil persilangan, dimana absisi buah kerap kali
dijumpai setelah penyerbukan dan pembuahan.
2. Kultur Embryo
Dewasa (Mature Embryo Culture)
Kultur embrio dewasa
dilakukan dengan membudidayakan embrio yang telah dewasa. Embrio ini diambil
dari buah yang telah masak penuh dengan tujuan merangsang perkecambahan dan
menumbuhkan embrio tersebut secara in-vitro. Teknik kultur ini umumnya dikenal
dengan sebutan Kultur Embrio (Embryo Culture). Kultur embrio lebih mudah dilakukan
dibandingkan dengan penyelamatan embrio. Hal ini disebabkan karena embrio yang
ditanam adalah embrio yang telah berkembang sempurna sehingga media tanaman
yang digunakan juga sangat sederhana. (Anonim, 2013)
2.2 Kultur
Anther
Kultur anther merupakan salah satu teknik dasar penerapan
bioteknologi untuk pemuliaan tanaman. Dari kultur anther akan didapatkan tanaman haploid. Pembentukan tanaman haploid melalui pembentukan
kalus atau androgenesis langsung. Manfaat tanaman haploid dalam pemuliaan tanaman
adalah apabila digandakan
kromosomnya dengan kolkhisin atau melalui fusi protoplas akan diperoleh tanaman
100% homozigot (http://www.rudyct.com, 2013).
Anther diperoleh dari tunas bunga dan dapat
dikulturkan pada medium padat atau cair sehingga terjadi embryogenesis. Selain
itu pollen juga dapat diambil secara aseptic dan dikulturkan pada medium cair.
Proses perbanyakan tanaman haploid dengan menggunakan gametofity jantan semacam
ini disebut sebagai androgenesis (Yuwono, 2008).
Menurut
Wijayani (1994) Kultur anther dan serbuk sari digunakan untuk menghasilkan
tanaman monoploid atau haploid. Meskipun mutasi mudah terjadi dalam sel biakan
namun banyak mutasi tersebut bersifat resesif. Oleh karena itu tidak
terdektesi karena sel – selnya dalam keadaan diploid atau poliploid.
Adapun
factor-faktor yang mempengaruhi teknik kultur anther antara lain :
1. Genotif
Genotif dari sumber
bahan anther memegang peranan penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya
kultur anther. Tidak terlalu banyak jenis tanaman yang mempunyai kemampuan
untuk memproduksi tanaman haploid melalui kultur anther.
2. Komposisi Media
Kultur
Andogenesis dapat
dikembangkan pada komposisi yang sesuai dengan kebutuhan kultur embrio.
3.
Kondisi Tanaman Donor
Umur dan kondisi
fisiologis tanaman donor sering mempengaruhi keberhasilan kultur anther. Pada
sebagian besar spesies, respon yang paling baik berasal dari bunga pertama yang
dihasilkan oleh tanaman. Sebagaimana umumnya antera yang dikulturkan harus
berasal dari bunga yang masih kuncup.
4.
Tahap Perkembangan Polen
Faktor kritis yang mempengaruhi produksi
tanaman haploid dari kultur anther adalah tahap perkembangan mikrospora. Pada
sebagian besar jenis tanaman, anther hanya responsive selama fase un-inukleat dari
perkembangan polen
5.
Pra perlakuan
Pada beberapa spesies tanaman, produksi
kultur anthernya dipengaruhi oleh perlakuan pemberian suhu pada kuncup bunga
sebelum proses sterrilisasi dan isolasi anther. Produktivitas tanaman dapat
dilakuakan pada suhu antara 4-100 oC selama 3 hari sampai 3 minggu dan pada umumnya
penyimpanan pada suhu yang rendah memerlukan waktu yang lebih pendek dan
sebaliknya (Anonim, 2013).
2.3 Media
Kultur in-vitro
Media
merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan (Wijayana,
1994). Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode
kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh
pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan
eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-macam media
kultur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak. Nama-nama
media tumbuh untuk eksplan ini biasanya sesuai dengan nama penemunya. Media
tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang hampir sama,
hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap persenyawaan.
Ada
dua penggolongan media tumbuh : media padat dan media cair. Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar, dimana nutrisi dicampurkan pada agar. Media
cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam
kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan. Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan
dapat berbeda komposisinya. Perbedaan
komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro.
Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur
hara makro, mikro dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman. ( Wikipedia, 2013 )
Setiap unsur yang terkandung dalam media
mempunyai fungsi bagi metabolisme tanaman atau proses kultur jaringan. Media
yang digunakan untuk kultur sel dalam bentuk larutan nutrisi, padat dan cair.
Media MS sebagai media fundamental yang mengandung nutrisi makro anorganik,
nutrisi mikro anorganik, nutrisi Fe, vitamin, organik dan zat pengatur
pertumbuhan tanaman (phytohormon). Phytohormon yang paling banyak digunakan
dalam kultur jaringan tanaman (khususnya media MS) , yaitu :
1. Auksin : NAA, IAA dan 2,4 D
2. Sitokinin : BAP dan Kinetin
Komposisi
nutrisi makro anorganik mempunyai fungsi, khususnya untuk metabolisme tanaman.
Komposisi tersebut mengandung protein, karbohidrat, asam nukleat, lipid dan
lain-lain. Unsur-unsur nutrisi makro anorganik dalam media MS antara lain:
1 KNO3
2. NH4NO3
3. CaCl2.H2o
4. MgSo4.7H2O
5. KH2PO4
2. NH4NO3
3. CaCl2.H2o
4. MgSo4.7H2O
5. KH2PO4
Sedangkan unsur-unsur nutrisi mikro
anorganik dalam media MS antara lain:
1. MnSO4.4H2O
2. ZnSO4.4H2O
3. H3BO3
4. Kl
1. MnSO4.4H2O
2. ZnSO4.4H2O
3. H3BO3
4. Kl
Salah satu unsur Fe berasal dari komponen
nutrisi mikro anorganik. Unsur Fe dikatagorikan dalam larutan stok C karena
nutrisi ini tidak dapat larut dengan unsur lain. Oleh karena itu, Fe harus
dipisahkan dari unsur lain.
Vitamin yang digunakan dalam media MS
hanya thiamine (vitamin B1). Komponen ini diperlukan untuk metabolisme
karbohidrat dan biosintesis dari asam amino. Vitamin telah terbukti sebagai
komponen yang penting dalam kultur jaringan tanaman. Vitamin lain yaitu seperti
vitamin C dan vitamin E hanya digunakan jika diperlukan untuk pertumbuhan
eksplan maksimum. Unsur organik dalam media MS seperti sukrosa atau gula lain
menambahkan ke dalam media untuk menyediakan CO2.
III. BAHAN
dan METODE
3.1 Tempat
dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium bioteknologi tanaman dan dilaksanakan pada tanggal 16 April 2013,
23 April 2013, dan pengamatan dilakukan pada tanggal 30 April 2013 pukul 08.00
WIB s/d selesai .
3.2 Bahan
dan Alat
Adapun bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah media MS sebagai media tanam, bunga
rosella(embrionya)
sebagai bahan pada praktikum kultur embrio,
bunga (anther) pada jantung pisang sebagai bahan dalam praktikum kultur anther,
alcohol untuk mensterilkan eksplan dan ruang penabur (LAF), aquadest steril
digunakan untuk membersihkan sisa larutan pensteril, bayclin yang mengandung
Chlorine sebagai bahan sterilisasi eksplan, alumunium foil sebagai penutup
botol kultur; spiritus sebagai bahan bakar bunsen dan untuk sterilisasi eksplan
dan alat (pinset dan scalpel), label untuk pemberian label pada botol kultur,
dan korek api untuk menyalakan api bunsen.
Sedangkan alat yang digunakan adalah
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah botol kultur sebagai
tempat penanaman eksplan, autoklaf untuk mensterilkan alat-alat, petridish
untuk tempat meletakkan eksplan, LAF (Laminar Air Flow) untuk menabur atau
tempat menanam, erlenmeyer sebagai wadah larutan, gelas ukur untuk menakar
larutan yang digunakan, timbangan analitik untuk menimbang media dan bahan yang
digunakan, scalpel untuk memotong eksplan, pinset untuk menjepit eksplan pada
waktu menanam, handsprayer untuk menyemprotkan alkohol, lampu bunsen untuk
membakar eksplan dan mensterilkan scalpel dan pinset, gunting untuk membuang
bagian tanaman yang tidak terpakai, baju lab untuk dipakai ketika bekerja
sehingga mengurangi kontaminasi, masker sebagai penutup mulut, sarung tangan
untuk menutupi tangan, rak kultur sebagai tempat meletakkan botol kultur, sikat
/ brush untuk menyikat dan membersihkan eksplan dari kotoran, tutup kepala
untuk menutup rambut, talam untuk membawa botol kultur dalam ruang inkubasi,
serbet untuk membersihkan meja LAF, pulpen sebagai alat tulis.
3.3 Metode
Pelaksanaan
-
Sterilisasi
Alat dan Bahan
Adapun cara pelaksanaan praktikum ini yaitu
mensterilasikan alat-alat maupun bahan yang akan digunakan. Untuk sterilisasi
alat seperti botol kultur biasanya kecil
potensinya sebagai penyebab kontaminasi, karena selalu diautoklaf dengan
media. Alat gelas lain dapat disterilisasi dengan beberapa cara, misalnya
ekspos ke radiasi UV, penggunaan larutan desinfestasi atau lebih mudah dengan
mengautoklaf atau dengan pemanasan dalam oven pada 1800 C selama
minimal 3 jam. Alat – alat plastik seperti polypropylene atau
polycarbonate mesti disterilisasi dengan autoklaf karena mereka tidak tahan
panas kering pada 1800 C. Wadah plastic dapat digunakan
berulangkali karena mereka tahan diautoklaf berulang kali tapi akhirnya menjadi
sedikit mengkerut (brittle).
Untuk sterilisasi panas kering (dalam
oven), peralatan seperti scalpel, gunting dan forsep, petri dish, beaker dll,
dapat dibungkus dengan kertas atau aluminium foil terlebih dahulu sebelum
diautoklaf. Kertas yang diautoklaf kemudian dikeringkan dengan cara
meletakkan pada oven dengan suhu 60 – 700 C atau di dalam laminar
air flow cabinet sebelum digunakan.
Sedangkan
untuk sterilisasi pada bahan tanaman data diakukan dengan 2 cara, yaitu :
a.
Metode fisik
Metode
fisik untuk ditujukan untuk mengatasi kontaminasi mikroba dimaksudkan untuk
mengurangi ukuran populasi mikroba.
Cara
ini meliputi:
1.
mengekspos
tanaman induk dengan kondisi kekeringan selama 3 – 4 minggu sebelum mulai
kultur jaringan. Tanaman diberi air yang cukup, dipupuk, dan diberi
pestisida atau fungisida jika perlu. Kelebihan pengairan mesti
dihindari. Tabel berikut memperlihatkan populasi organisme mikro pada bunga
tomat yang dipelihara dalam kondisi yang berbeda.
2.
Pada
saat memulai kultur jaringan, tanaman dicuci bersih, dan bagian yang tidak akan
dikulturkan segera dibuang. Pembersihan meliputi pencucian, penggosokan
yang merata untuk membuang semua partikel tanah dan daun mati. Termasuk
juga membuang sebagian besar daun, karena kebanyakan daun tidak digunakan dalam
kultur.
3.
Bahan
tanaman kemudian dicuci dibawah air mengalir selama 20 menit, sampai beberapa
jam, tergantung sumber bahan tanaman. Ini sama artinya dengan membuang
jutaan mikroba ke drainase.
b.
Metode Kimia
Cara
ini dapat dilakukan dengan larutan sodium hypochlorite (NaOCl).
Kebanyakan lab menggunakan bleach (pemutih) seperti Bayclin, yang mengandung 4%
chlorine tersedia. 25 mL Bayclin yang dibuat menjadi 100 mL dengan
penambahan air destilata akan memberi konsentrasi 1% chlorine tersedia.
Karena kemurniannya, hypochlorite memiliki aktivitas yang kecil pada pH
melebihi 8.0 dan akan lebih efektif jika pH diatur menjadi sekitar 6.0 dengan
penambahan HCl.
Untuk
meningkatkan kesuksesan menggunakan chlorine, langkah berikut semestinya
diikutsertakan:
- Tambahkan deterjen ke larutan kloringe, misalnya beberapa tetes Tween 20 atau Triton
- Berikan sedikit tekanan pada perlakuan chlorine. Ini dapat dilakukan dengan desikator vakum yang disambungkan ke air atau pompa tipe lain.
- Goyang – goyangkan (agitasi) larutan klorine secara manual atau dengan menggunakan shaker selama periode disinfestasi.
Semua
teknik tersebut akan meningkatkan kontak tanaman dengan larutan klorine.
Lama perlakuan dengan larutan klorin yang diperlukan akan berbeda – beda,
tergantung tipe dan sensitivitas bahan tanaman.
-
Pembuatan
Media MS
Adapun cara pembuatan media ini yaitu pertama
kali mengisi gelas ukur dengan 500 ml aqades, lalu masukkan larutan stock.
Tambahkan aquades lagi hingga ukuran mencapai 900 ml, lalu mengukur pH nya
dengan kisaran 5,6-5,8. Jika pH nya rendah ambahkan KOH atau NaOH, sedangkan
jika pH nya tinggi tambahkan HCl. Jika pH telah sesuai kemudian tambahkan
aquades hingga mencapai 1 Liter. Kemudian tambahkan agar swallow sebanyak 7
gram dan tambahkan sukrosa sebanyak 20 gr.
Setelah selesai mencampurkan semua bahan,
kemudian di panaskan sampai mendidih dan dimasukkan kedalam botol kultur dan
ditutup dengan menggunakan plastic. Kemudian media tersebut di autoklaf dengan
suhu 1210 C – 1260 C selama 15 menit. Setelah itu media
disimpan dalam rak inkubasi.
IV. HASIL
dan PEMBAHASAN
4.1 HASIL
dan PEMBAHASAN
4.1.1 Kultur
Embrio
a) Foto
Tampak Atas b)
Foto Tampak Bawah
Hasil praktikum
kultur embrio ini gagal. Penyebab kegagalan dapat disebabkan kesalahan
praktikan saat meletakkan eksplan ke dalam media yang terlalu dalam dan
menyebabkan embrio menjadi rusak atau dapat disebabkan oleh kontaminasi yang
disebabkan oleh mikroorganisme seperti jamur, bakteri maupun virus yang tidak
tersterilisasi secara sempurna.
Tipe
lain kontaminasi adalah eksudasi dair eksplan, bukan dari organisme lain.
Ketika jaringan tanaman terluka, dengan cara pemotongan atau perlakuan bahan
kimia seperti larutan klorin, reaksi fisiologis terjadi pada sel sekitar luka.
Salah satu prosesnya adalah produksi bahan biokimia apakah sebagai produk
pecahan atau sintesa sebagai mekanisme perlindungan. Keluarnya substansi dari
jaringan akan terjadi. Bahan kimia ini mungkin atau mungkin tidak memberi
pengaruh mematikan pada pertumbuhan kultur.
4.1.2 Kultur
Anther
a) Foto Tampak Atas b) Foto Tampak Bawah
Hasil praktikum kultur anther ini
gagal karena pada eksplan menunjukkan adanya kontaminasi eksplan yang berasal mikrooganisme seperti jamur,
bakteri, atau virus. Organisme – organisme tersebut secara universal terdapat
pada jaringan tanaman yang mungkin terbawa saat anther dijadikan sebagai
eksplan. Mikroorganisme tersebut banyak yang bersifat non-patogenik, artinya
mereka tidak menyebabkan bahaya bagi tanaman inang pada kondisi normal. Kondisi
kering dan adanya organisme competitor menyebabkan mereka dalam kondisi
terkontrol. Tapi, kondisi in vitro yang disukai eksplan, yaitu mengandung
sukrosa dan hara dalam konsentrasi tinggi, kelembaban tinggi dan suhu yang
hangat, juga disukai mikroorganisme yang seringkali tumbuh dan berkembang
sangat cepat, sehingga mengalahkan eksplan.
V. KESIMPULAN
dan SARAN
5.1
Kesimpulan
Kultur embrio bertujuan untuk memisahkan
embrio yang belum dewasa dan menumbuhkan secara kultur jaringan untuk
menghasilkan tanaman viable, sedangkan tujuan dari eknik kultur anther yaitu untuk
membentuk tanaman haploid yang beragam untuk doubling mendapatkan genotip
homozigot secara cepat.
Namun,
kedua teknik yang telah dilakukan tersebut gagal dikarenakan terjadinya
kontaminasi pada eksplan. Eksplan
awal merupakan sumber utama kontaminasi, tapi kontaminasi kembali dapat terjadi
selama proses kultur, sehingga media dan semua wadah dan alat harus
disterilisasi terlebih dahulu. Kontaminasi mungkin terjadi pada permukan
tanaman, antar sel atau dalam sel tanaman. Perlakuan awal atau manajemen bahan
tanaman dapat mengurangi jumlah kontaminasi dan dengan mengurangi perlakuan
dekontaminasi yang diperlukan tentu saja dapat mengurangi resiko kerusakan
jaringan eksplan.
5.2
Saran
Semua kegiatan
harus dilakukan pada kondisi higienis, meskipun tidak selalu perlu pada
laboratorium yang steril. Udara merupakan sumber utama spora dan agen
kontaminasi lainnya, termasuk badan dan pakaian si pelaksana praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2013. Embrio dan Anther
http://H:/embrio%20n%20anther/makalah-kultur-embrio.html.
Diakses pada tanggal 06 Mei 2013 pukul 20.09 WIB.
Anonim. 2013. Kultur Anther
http://www.rudyct.com/pps70-iph/10245/widi.agustin. Diakses pada tanggal 06 Mei 2013 pukul 20.09 WIB.
Anonim. 2013. Laporan Praktikum Kultur Embrio
http://burhansetiabudi.wordpress.com/2013/01/05/ laporan - praktikum
kultur-embrio/). Diakses pada tanggal 06 Mei 2013 pukul 20.09 WIB.
Wijayani, A. 1994. Bioteknologi. UGM Press. Yogyakarta.
Wikipedia. 2013. Kultur Jaringan
Yuwono, T. 2008. Bioteknologi Pertanian. UGM Press, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar