Selasa, 21 Mei 2013

ALSINTAN PADA KEGIATAN PANEN & PASCA PANEN TANAMAN NILAM


I.    PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Nilam (Pogostemon cablin Benth) adalah salah satu komoditi penghasil minyak atsiri yang banyak dipergunakan dalam industri kimia sebagai bahan farmasi, bahan baku produk wewangian dan kosmetika, sehingga nilam menjadi salah komoditi penghasil devisa negara karena nilam Indonesia menguasai sekitar 70% pangsa pasar dunia, selain itu nilam juga sebagai sumber pendapatan petani di Indonesia.
Negara-negara pengimpor utama adalah Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Jerman, Belanda, Jepang dan Australia. Saat ini harga minyak nilam Indonesia dipasaran dunia sangat berfluktuasi. Pada tahun 1986 – 1997, harga minyak nilam berkisar antara Rp.20.500,- – Rp. 40.000,-/kg sedangkan pada tahun 1997 – 1999, pernah mencapaiRp. 1.100.000,- – Rp. 1.400.000,- /kg dan pada tahun 2004 harga minyak nilam menjadi Rp.162.000,-/kg.
Yang diambil dari nilam adalah minyaknya yang diperoleh dari hasil penyulingan dari batang dan daun tanaman (terna), selain itu limbah dari hasil penyulingan yang terdiri dari ampas daun dan batang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan dupa, obat nyamuk bakar, pupuk dan mulsa. Rendahnya produktivitas dan mutuminyak nilam antara lain dipengaruhi faktor-faktor dalam penanganan panen, pasca panen dan pengolahan yang kurang tepat. Sehubungan dengan hal tersebut kita perlu memperhatikan faktor-faktor tersebut.

1.2    Tujuan
       Untuk mengetahui alat dan mesin pertanian yang digunakan dalam kegiatan panen dan pasca panen tanaman nilam.



II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Singkat Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth)
       Nilam merupakan jenis tanaman perdu yang rendah bercabang-cabang dekat dengan permukaan tanah, tidak mempunyai batang yang tegak, dan termasuk jenis rerumputan. Nama latinnya pogostemon cablin benth. Daunnya berbau harum. Tanaman berasal dari India dan Cina ini tumbuh sebagai bagian dari semak-semak di pinggir kebun atau hutan di Indonesia. Nilam diambil minyaknya. Daun beserta ikutannya berupa ranting-ranting kecil direbus lalu uap/asapnya disuling menjadi minyak nilam, sejenis minyak atsiri.
       Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting, menyumbang devisa lebih dari 50% dari total ekspor minyak atsiri Indonesia. Hampir seluruh pertanaman nilam di Indonesia merupakan pertanaman rakyat yang melibatkan 36.461 kepala keluarga petani (Ditjen Bina Produksi Perkebunan, 2004).
       Indonesia merupakan pemasok minyak nilam terbesar di pasaran dunia dengan kontribusi 90%. Ekspor minyak nilam pada tahun 2002 sebesar 1.295 ton dengan nilai US $ 22,5 juta (Ditjen Bina Produksi Perkebunan, 2004) Sebagian besar produk minyak nilam diekspor untuk dipergunakan dalam industri parfum, kosmetik, antiseptik dan insektisida (Dummond, 1960 ; Robin, 1982, Mardiningsih et al., 1995). Dengan berkembangnya pengobatan dengan aroma terapi, penggunaan minyak nilam dalam aromaterapi sangat bermanfaat selain penyembuhan fisik juga mental dan emosional. Selain itu, minyak nilam bersifat fixatif (mengikat minyak atsiri lainnya) yang sampai sekarang belum ada produk substitusinya (Ibnusantoso, 2000).
Pogostemon cablin sering juga disebut nilam Aceh. Jenis nilam ini termasuk famili Labiate yaitu kelompok tanaman yang mempunyai aroma yang mirip satu sama lain. Di antara jenis nilam, yang diusahakan secara komersil adalah varietas Pogostemon cablin Benth. Jenis ini sebenarnya dari Filipina, yang kemudian berkembang ke Malaysia, Madagaskar, Paraguay, Brazilia, dan Indonesia. (Sudaryani, 2004).
Menurut Trease dan Evan (Hamid dan Syarif, 1992), tanaman nilam meliputi tiga spesies yaitu P. cablin Benth, P. hortensis, dan P. heyneanus. Digunakan untuk bahan industri kosmetik, parfum, antiseptic, yang potensi pasarnya masih sangat terbuka, paling tidak untuk 10 tahun mendatang. Sifat minyak nilam adalah berat, kental, berwarna kuning hingga cokelat tua, serta dapat disuling fraksional menjadi beberapa mutu. Daun nilam yang kering mengandung 1,4 % sampai 4 persen minyak atsiri. Minyak ini mengandung sekitar 40 persen patchouli alcohol. Pada zaman dahulu wanita-wanita bangsawan dan juga wanita-wanita di daerah pedusunan menggunakan minyak nilam (dilem-Jawa) untuk meminyaki bayi agar baunya harum.
Di luar negeri sejak dulu sampai sekarang para penenun kain wol (Kashmir, Australia) menggunakan minyak nilam sebagai pencegah hama kain ngengat (renget-Jawa). Baunya yang khas menjadi tanda dagang kain wol Kashmir dengan harga mahal. Kain wol yang bermutu rendah dan harganya murah, setelah diberi minyak nilam harganya meningkat tinggi. Maka orang-orang Eropa juga membudidayakan tanaman nilam, terutama di Prancis. Indonesia menjadikan minyak nilam sebagai komoditi ekspor yang penting. ''Negara-negara Timur Tengah minta dikirimi berapa ton jumlahnya tidak terbatas dan tidak akan ditolak,( kata Teddy Wijaya)
Minyak nilam Sumatera Utara bermutu tinggi, menyusul kemudian produksi Jawa Timur. Bau wanginya yang khas sangat tahan lama. Dalam parfum digunakan hanya dalam konsentrasi rendah. Parfum ini juga digunakan untuk esens tembakau, minyak rambut dan beberapa produk cair seperti tinta dan pengawet kain linen.Selain Indonesia, tercatat pengekspor minyak nilam adalah Malaysia, Filipina, Brasil, India, dan Cina. Tanaman nilam adalah tanaman penghasil minyak atsiri, oleh sebab itu produksi, kadar dan mutu minyak merupakan faktor penting yang dapat dipergunakan untuk menentukan keunggulan suatu varietas. Disamping itu, karakter lainnya seperti sifat ketahanan terhadap penyakit juga merupakan salah satu indikator penentu. Banyak faktor yang mempengaruhi kadar dan mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis), budidaya, lingkungan, panen dan pasca panen Kondisi iklim, tanah dan bentuk wilayah merupakan faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan tanaman nilam di samping faktor lainnya.
2.2 Morfologi Tanaman Nilam
Klasisifikasi dari tanaman nilam yaitu :Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Kelas : Angiospermae, Ordo : lamiales Famili : labiateae, Genus : Pogostemon, dan Spesies : Pogostemon cablin Benth
Sementara morfologinya adalah akar,batang dan daun dimana gambaranya sebagai berikut:
1.Akar.
Tanaman nilam memiliki jenis perakaran berbentuk serabut,dengan jumlah yang tidak terlalu banyak. Dalam perakaran yang menancap ketanah mencapai 30 – 40 cm.

2.Batang.
Bentuk batang kecil,bercabang- cabang,dan berkulit tipis pada bagian luarnya.,jenisnya berkayu dengan diameter 10 – 20 mm,dengan sistem percabangannya bertingkat – tingkat mengelilingi batang (3 – 5 cabang pertingkat ). Setelah tanaman berumur 6 bulan ,tingginya dapat mencapai 1 meter dengan radius mencapai selebar kurang lebih 60 cm. ( Sudaryani et,al 2004 ).

3.Daun.
Bentuk daun bergerigi, berbentuk bulat dan lonjong. Permukaan daun agak kasar,memiliki bulu tipis pada bagian luar daun.

2.3. Jenis-jenis Tanaman Nilam
Menurut Trease dan Evan (Hamid dan Syarif, 1992), tanaman nilam meliputi tiga spesies yaitu P. cablin Benth, P. hortensis, dan P. heyneanus.
1. Pogostemon cablin Benth
Pogostemon cablin sering juga disebut nilam Aceh. Jenis nilam ini termasuk famili Labiate yaitu kelompok tanaman yang mempunyai aroma yang mirip satu sama lain. Di antara jenis nilam, yang diusahakan secara komersil adalah varietas Pogostemon cablin Benth. Jenis ini sebenarnya dari Filipina, yang kemudian berkembang ke Malaysia, Madagaskar, Paraguay, Brazilia, dan Indonesia. (Sudaryani, 2004)
2. Pogostemon heyneanus
Sering juga dinamakan nilam jawa atau nilam hutan. Jemis ini berasal dari India, banyak tumbuh liar di hutan pulau Jawa. Jenis ini berbunga, karena itu kandungan minyaknya rendah yaitu 0,50-1,5%. Di samping itu minyak nilam dari tanaman ini komposisi minyaknya kurang mendapatkan pasaran dalam perdagangan. (Sudaryani, 2004)



3. Pogostemon hortensis
Disebut juga nilam sabun karena bisa digunakan untuk mencuci pakaian. Jenis nilam ini hanya terdapat di daerah Banten. Bentuk Pogostemon hortensis ini mirip dengan nilam Jawa, tetapi tidak berbunga. Kandungan minyaknya 0,5-1,5%. Komposisi minyak yang dihasilkan jelek sehingga untuk jenis nilam ini juga kurang mendapatkan pasaran dalam perdagangan. (Sudaryani, 2004)
Diantara ketiga jenis nilam tersebut yang banyak dibudidayakan yaitu P. Cablin Benth (nilam Aceh), karena kadar dan kualitas minyaknya lebih tinggi dari varietas lainnya.
Nilam Aceh diperkirakan daerah asalnya Filipina atau Semenanjung Malaya. Setelah sekian lama berkembang di Indonesia, tidak tertutup kemungkinan terjadi perubahan-perubahan dari sifat dasarnya. Dari hasil eksplorasi ditemukan bermacam-macam tipe yang berbeda baik karakteristik morfologinya, kandungan minyak, sifat kimia minyak dan sifat ketahanannya terhadap penyakit dan kekeringan.




III.    PEMBAHASAN
3.1 Proses Panen

Yang perlu diperhatikan dalam melakukan panen nilam adalah umur tanaman, waktu panen dan alat panen. Umur, tanaman nilam yang terpelihara dengan baik dapat dipanen pada saat tanaman berumur 6 (enam) bulan dan panen selanjutnya dilakukan setiap 4 (empat) bulan sekali sampai tanaman berumur 3 (tiga) tahun. Waktu panen/pemetikan daun, sebaiknya dilakukan pagi hari atau sore menjelang malam. Jika pemetikan dilakukan pada siang hari, sel-sel daun sedang berfotosintesa sehingga laju pembentukan minyak berkurang, daun kurang elastis dan mudah robek. Kandungan minyak atsiri tertinggi terdapat pada tiga pasang daun termuda yang masih berwarna hijau.
Alat yang dipergunakan untuk panen, berupa sabit/ parang dan gunting. Yang harus diperhatikan adalah kebersihan alat yang dipergunakan dari penyakit nilam yang tertular dari kebun lain. Cara memanen nilam yaitu dengan memangkas tanaman pada ketinggian 20 cm dari permukaan tanah. Sebaiknya tiap kali panen ditinggalkan 1-2 cabang untuk merangsang tumbuhnya tunas-tunas baru pada fase selanjutnya.

3.2 Teknologi Pasca Panen

Pengelolaan agro-industry nilam terdiri dari dua pekerjaan masing-masing pra
penyulingan dan saat penyulingan. Pengelolaan agro-industry pra penyulingan terdiri dari pengeringan dan pelayuan yang harus diperhatikan, antara lain: 
1.   Pengeringan jangan dilakukan terlalu cepat, sebab mengakibatkan daun menjadi rapuh dan sulit disuling. Oleh karena itu, daun dijemur di atas tikar atau lantai semen untuk memperoleh sinar matahari selama 3 hari dari jam 10.00-14.00 sampai kandungan air dalam daun turun sekitar 15% sampai penyulingan akan dimulai.

2.   Pengeringan jangan terlalu lambat, sebab mengakibatkan daun menjadi lembab dan udah terserang jamur, sehingga rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan rendah.

3. Tebal tumpukan daun yang dijemur 50 cm dan dibalik 2-3 kali sehari. 
Pengelolaan agroindustry pada saat penyulingan yang harus diperhatikan antara lain: 
1. Terna kering berada pada jarak tertentu di atas permukaan air. Metode ini dikenal dengan cara dikukus.
2.  Jika tangki alat suling yang digunakan berkapasitas 1.150 liter maka kerapatan daun 100-150 gram/liter atau 120-150 kg/1.150 liter, di mana daun nilam dikukus dengan sistem tekanan/boiler.
3.  Alat Suling dikonstruksi dari bahan stainless steel agar diperoleh hasil minyak berwarna lebih jernih.
4.  Sebelum disuling, terna kering terlebih dahulu dibasahi air supaya mudah dipadatkan.
5.   Penyulingan terna kering nilam akan menyerap air sebanyak bobotnya.
6.  Waktu yang diperlukan dalam penyulingan secara dikukus sekitar 5-10 jam.
7.  Kecepatan penyulingan secara dikukus 0.6 kg uap/kg terna.

3.3    Pemanfaatan Nilam
Setelah panen, daun nilam diolah dengan cara penyulingan. Ada dua cara cara penyulingan yaitu:
1) penyulingan menggunakan uap langsung; dan
2) penyulingan air dan uap (dikukus).

Penyulingan dengan cara uap langsung yaitu melakukan penyulingan terhadap terna (daun dan batang) nilam selama 4-6 jam, sedang penyulingan dengan cara dikukus memerlukan waktu 5-10 jam. Perbandingan daun dan batang adalah 2 : 1. Lokasi penyulingan sebaiknya dekat dengan bahan baku dan sumber air atau lokasi yang mudah memperoleh air yang mengalir untuk memproses pendinginan. 
Alat penyulingan sebaiknya terbuat dari besi tahan karat (stainless steel) atau flat besi yang digalvanis (carbon steel) setidaknya pada bagian pipa pendingin dan pemisah minyak, agar diperoleh hasil minyak yang berwarna lebih muda dan jernih. Untuk penyulingan secara dikukus, kecepatan penyulingan 0,6 uap/kg terna. Pada penyulingan dengan uap langsung, tekanan mula-mula 1,0 atm, lalu dinaikkan secara bertahap sampai 2,5-3,5 atm (tekanan dalam ketel suling 0,5 - 1,5 kg/cm2) pada akhir penyulingan. Bahan bakar yang dipergunakan diusahakan berasal dari bahan bakar setempat seperti kayu, tempurung kelapa dan batu bara sesuai kondisi lokasi.

Hal-hal yang harus diperhatikan daklam proses penyulingan adalah:
1)       Jika tangki alat suling yang digunakan berkapasitas 1.150 liter maka kerapatan daun 100-150 gram/liter atau 120-150 kg/liter, dimana daun nilam dikukus dengan sistem tekanan/boiler.

2)       Alat suling sebaiknya dibuat dari bahan stainless steel supaya diperoleh hasil minyak berwarna lebih jernih.

3)       Sebelum disuling, sebaiknya terna kering terlebih dahulu dibasahi air supaya mudah dipadatkan

4)       Penyulingan terna kering nilam akan menyerap air sebanyak bobotnya

5)       Waktu yang diperlukan dalam penyulingan secara dikukus perlu waktu sekitar 5-10 jam;

6)       Kecepatan penyulingan secara dikukus 0,6 kg uap/kg ternak





IV.    PENUTUP

4.1    Kesimpulan

Nilam (Pogestemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting, baik sebagai sumber devisa negara dan sumber pendapatan petani. Panen dapat dilakukan pada umur 6 - 8 bulan setelah tanam Adapun Alat panen yang digunakan adalah sabit, pisau atau gunting.
Mutu minyak nilam ditentukan oleh beberapa faktor, menyangkut pra panen maupun pasca panen. Faktor pra panen yang mencakup bahan tanaman, teknik budidaya, cara dan waktu panen maupun faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan mutu bahan olah yang akhirnya akan berpengaruh terhadap mutu hasil olahannya. Sedangkan faktor pasca panen mencakup penanganan bahan olah, cara pengolahan termasuk alatnya, pengemasan dan penyimpanan sangat berpengaruh pula terhadap mutu produk akhir.

4.2    Saran

Dalam Melakukan Penyulingan di butuhkan ketelitian dalam melakukannya, agar mendapatkan hasil minyak yang baik dan bernilai tinggi.




DAFTAR  PUSTAKA

Achmad Daud.1999. Nilam Budidaya dan Penyulingan.Cv Yasaguna

Anonim, 2013. Nilam. http://nilam xxpro tecnologhy.com. diakses tanggal 21 Mei 2013

Anonim, 2013 . http://www.dephut.go.id/files/Nilam.pdf .diakses tanggal 21 Mei 2013

Asman, A., E.M. Adhi dan D. Sitepu, 1998. Penyakit layu, budok dan penyakit lainnya serta strategi pengendaliannya.

Anonymous, 1998. Survey inventarisasi hama dan penyakit tanaman minyak atsiri di Jawa

Endang Hadiopentyanti dan Ma,mun 1996. Prospek Pengembangan Beberapa Jenis Minyak Atsiri Baru dan Potensi Pasar. Biro Statistik Jakarta

Rosman, R., Emmyzar dan pasril Wahid, 1998. Karakteristik lahan dan iklim untuk perwilayahan pengembangan. Monograf nilam. Balittro 5 : 47-54.

Trisawa, I. M., dan Siswanto, 1994. Pengaruh ekstrak biji nimba terhadap ulat penggulung daun dan tungau merah pada tanaman nilam. Laporan Hasil Penelitian. 11 hal (tidak dipublikasikan).






Tidak ada komentar:

Posting Komentar