Di dalam ekosistem, organisme perombak bahan organik
memegang peranan penting karena sisa organik yang telah mati diurai menjadi
unsur-unsur yang dikembalikan ke dalam tanah (N, P, K, Ca, Mg, dan lain-lain)
dan atmosfer (CH4atau CO2) sebagai hara yang dapat digunakan kembali oleh
tanaman, sehingga siklus hara berjalan sebagai-mana mestinya dan proses
kehidupan di muka bumi dapat berlangsung, Adanya aktivitas organisme perombak
bahan organik seperti mikroba dan mesofauna (hewan invertebrata) saling
mendukung keberlangsungan proses siklus hara dalam tanah. Belakangan ini,
mikroorganisme perombak bahan organik digunakan sebagai strategi untuk
mempercepat proses dekomposisi sisa-sisa tanaman mengandung lignin dan
selulosa, selain untuk meningkatkan biomassa dan aktivitas mikroba tanah,
mengurangi penyakit, larva insek, biji gulma, volume bahan buangan, sehingga
pemanfaatannya dapat meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah yang pada
gilirannya merupakan kebutuhan pokok untuk meningkat-kan kandungan bahan
organik dalam tanah.
Pengertian umum yang saat ini banyak dipakai untuk
memahami organisme perombak bahan organik atau biodekomposer adalah organisme
pengurai nitrogen dan karbon dari bahan organik (sisa-sisa organik dari
jaringan tumbuhan atau hewan yang telah mati) yaitu
ü Bakteri
ü Fungi,
dan
ü Aktinomisetes.
Perombak bahan organik terdiri atas perombak primer
dan perombak sekunder. Perombak primer adalah mesofauna perombak bahan organik,
seperti Colembolla, Acarina yang berfungsi meremah-remah bahan organik/serasah
menjadi berukuran lebih kecil. Cacing tanah memakan sisa-sisa remah tadi yang
lalu dikeluarkan sebagai faeces setelah melalui pencernaan dalam tubuh cacing.
Perombak sekunder ialah mikroorganisme perombak bahan organik seperti Trichoderma reesei, T. harzianum, T. koningii,
Phanerochaeta crysosporium, Cellulomonas, Pseudomonas, Thermospora, Aspergillus
niger, A. terreus, Penicillium, dan Streptomyces.
Adanya aktivitas fauna tanah, memudahkan
mikroorganisme untuk memanfaatkan bahan organik, sehingga proses mineralisasi
berjalan lebih cepat dan penyediaan hara bagi tanaman lebih baik. Menurut
Eriksson et al.(1989), umumnya kelompok fungi menunjukkan aktivitas
biodekomposisi paling signifikan, dapat segera menjadikan bahan organik tanah
terurai menjadi senyawa organik sederhana yang berfungsi sebagai penukar ion
dasar yang menyimpan dan melepaskan nutrien di sekitar tanaman.
Mikroorganisme perombak bahan
organik.
Mikroorganisme perombak bahan organik merupakan
aktivator biologis yang tumbuh alami atau sengaja diberikan untuk mempercepat
pengomposan dan meningkatkan mutu kompos. Jumlah dan jenis mikroorganisme
menentukan keberhasilan proses dekomposisi atau pengomposan. Proses dekomposisi
bahan organik di alam tidak dilakukan oleh satu mikroorganisme monokultur
tetapi dilakukan oleh konsorsia mikroorganisme.
Beberapa jenis bakteri termasuk beberapa jenis
aktinomiset juga mampu mendegradasi
polimer selulosa, hemiselulosa, dan lignin, namun dengan kemampuan yang
lebih rendah dibandingkan fungi. Bakteri terutama berperan pada degradasi
polisakarida yang lebih sederhana.
·
Bakteri
perombak bahan organik
Bakteri perombak bahan organik dapat ditemukan di
tempat yang mengandung senyawa organik berasal dari sisa-sisa tanaman yang
telah mati, baik di laut maupun di darat. Berbagai bentuk bakteri dari bentuk
yang sederhana (bulat, batang, koma, dan lengkung), tunggal sampai bentuk
koloni seperti filamen/spiral mendekomposisi sisa tumbuhan maupun hewan.
Sebagian bakteri hidup secara aerob dan sebagian lagi anaerob, sel berukuran 1
μm - ≤1.000 μm.
Dalam merombak bahan organik, biasanya bakteri
hidup bebas di luar organisme lain, tetapi ada sebagian kecil yang hidup dalam
saluran pencernaan hewan (mamalia, rayap, dan lain-lain). Bakteri yang
berkemampuan tinggi dalam memutus ikatan rantai C penyusun senyawa lignin (pada
bahan yang berkayu), selulosa (pada bahan yang berserat) dan hemiselulosa
yangmerupakan komponen penyusun bahan organik sisa tanaman, secara alami
merombak lebih lambat dibandingkan pada senyawa polisakarida yang lebih sederhana
(amilum, disakarida, dan monosakarida). Demikian pula proses peruraian senyawa
organik yang banyak mengandung protein (misal daging), secara alami berjalan
relatif cepat.
·
Fungi
perombak bahan organik
Fungi terdapat di setiap tempat terutama di darat
dalam berbagai bentuk, ukuran, dan warna. Pada umumnya mempunyai kemampuan yang
lebih baik dibanding bakteri dalam mengurai sisa-sisa tanaman (hemiselulosa,
selulosa, dan lignin). Umumnya mikroba yang mampu mendegradasi selulosa juga
mampu mendegradasi hemiselulosa (Alexander, 1977). Sebagian besar fungi
bersifat mikroskopis (hanya bisa dilihat dengan memakai mikroskop); hanya
kumpulan miselium atau spora yang dapat dilihat dengan mata. Tetapi fungi dari
kelas Basidiomycetes dapat diamati dengan mata telanjang sehingga disebut
makrofungi. Makrofungi menghasilkan spora dalam bangunan yang berbentuk seperti
payung, kuping, koral atau bola, bahkan beberapa makrofungi tersebut sudah
banyak dibudidayakan dan dikonsumsi. Pertumbuhan hifa dari fungi kelas Basidiomycetes
dan Ascomycetes (diameter hifa 5–20 μm) lebih mudah menembus dinding sel-sel
tubular yang merupakan penyusun utama jaringan kayu. Pertumbuhan pucuk hifa
maupun miselium (kumpulan hifa) menyebabkan tekanan fisik dibarengi dengan
pengeluaran enzim yang melarutkan dinding sel jaringan kayu. Tanaman terdiri
atas kompleks polimer selulosa dan lignin. Perombakan komponen-komponen polimer
pada tumbuhan erat kaitan-nya dengan peranan enzim ekstraseluler
yangdihasilkan.
Enzim yang ikut berperan.
Beberapa enzim yang terlibat dalam
perombakan bahan organik antara lain adalah β- glukosidase, lignin peroksidase
(LiP), manganese peroksidase (MnP), dan lakase, selain kelompok enzim reduktase
yang merupakan penggabungan dari LiP dan MnP yaitu enzim versatile peroksidase.
Enzim-enzim ini dihasilkan oleh Pleurotus eryngii, P. ostreatus, dan Bjekandera
adusta(Lankinen, 2004). Selain mengurai bahan berkayu, sebagian besar fungi
menghasilkan zat yang bersifat racun sehingga dapat dipakai untuk mengontrol
pertumbuhan/perkembangan organisme pengganggu, seperti beberapa strain
Trichoderma harzianum yang merupakan salah satu anggota dari Ascomycetes, bila
kebutuhan C tidak tercukupi akan menghasilkan racun yang dapat menggagalkan
penetasan telur nematoda Meloidogyne
javanica (penyebab bengkak akar) sedangkan bila kebutuhan C tercukupi akan
bersifat parasit pada telur atau anakan nematoda tersebut. Residu tanaman
mengandung sejumlah senyawa organik larut dalam air, seperti asam amino, asam
organik, dan gula yang digunakan oleh mikroba untuk proses perombakan. Fungi
dari kelas Zygomycetes (Mucorales) sebagian besar sebagai pengurai amilum,
protein, dan lemak, hanya sebagian kecil yang mampu mengurai selulosa dan
khitin. Beberapa Mucorales seperti Mucor
spp. dan Rhizopus spp mengurai
karbohidrat tingkat rendah (monosakarida dan disakarida) yang dicirikan dengan
perkecambahan spora, pertumbuhan, dan pembentukan spora yang cepat.
·
Actinomycetes perombak bahan organik
Actinomycetes
oleh para peneliti mikrobiologi dikelompokan ke dalam bakteri. Bakteri ini
memiliki kemampuan yang penting bagi kelangsungan proses-proses fisika, kimia
dan biologi tanah. Actinomycetes biasanya hidup didalam tanah dan berperan
penting dalam proses pelapukan/ perombakan bahan organik kompleks menjadi bahan
organik yang lebih sederhana dan dapat langsung digunakan oleh organisme lain.
Keistimewaan bakteri ini adalah memiliki kecenderungan untuk berasosiasi dengan
suatu lapisan permukaan padat.
Actinomycetes adalah bakteri yang tidak tahan asam, memiliki filament diawal pertumbuhannya.
Actinomycetes adalah bakteri yang tidak tahan asam, memiliki filament diawal pertumbuhannya.
Actinomycetes
dapat bersifat anaerob fakulatif (mampu tumbuh baik jika terdapat O2 bebas atau
tidak ada O2) dapat mampu memfermentasikan karbohidrat. Actinomycetes mempunyai
3 fungsi:
1.Mendekomposisi bahan organik
2. Menghasilkan antibiotik yang
dapat menghambat bahkan mematikan mikroba lainnya, khususnya yang patogen
3. Mengikat struktur tanah liat
sehingga dapat memperbaiki sifat fisik tanah
4. Dapat menghilangkan bau,
dengan zat-zat metabolik yang dikeluarkannya
Actinomycetes, yang strukturnya
merupakan bentuk antara dari jamur dan bakteri, menghasilkan zat-zat anti
mikroba dan asam amino yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik dan bahan
organik. Actinomycetes dapat hidup bersama dengan bakteri fotosintetik (Prihandarini,
2000)
Aktivitas enzim selama proses dekomposisi
Mikroorganisme di dalam tumpukan bahan organik
tidak dapat langsung memetabolisme partikel bahan organik tidak larut.
Mikroorganisme memproduksi dua sistem enzim ekstraselular; sistem hidrolitik,
yang menghasilkan hidrolase dan berfungsi untuk degradasi selulosa dan
hemiselulosa; dan sistem oksidatif, yang bersifat ligninolitik dan berfungsi
mendepolimerasi lignin. Mikroorganisme memproduksi enzim ekstraseluler untuk
depolimerisasi senyawa berukuran besar menjadi kecil dan larut dalam air
(subtrat bagi mikroba). Pada saat itu mikroba mentransfer substrat tersebut ke
dalam sel melalui membran sitoplasma untuk menyelesaikan proses dekomposisi
bahan organik. Aktivitas enzim selulase menurunkan jumlah selulosa sekitar 25%
selama sekitar tiga minggu. Aktivitas lipase, protease, dan amilase meningkat
dan menurun selama tahapan pengomposan. Aktivitas semua enzim tersebut menurun
tajam selama tahapan termofilik, yang kemungkinan disebabkan oleh inaktivasi
panas. Denaturasi enzim sering dikorelasikan dengan kematian mikroba. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya mikroba dan aktivitas enzim dalam tumpukan kompos
setelah tahapan termofilik disebabkan oleh introduksi ulang, pembalikan,
ketahanan hidup mikroba di bagian luar, bagian dingin dari tumpukan
kompos. Dari hal tersebut tampak pentingnya proses mikrobial dalam proses
pengomposan, dan kecepatannya dapat diatur oleh berbagai faktor yang
mempengaruhi keterlibatan mikroba dalam proses. Ketidakcocokan substrat,
kelembapan, atau suhu kompos di luar rata-rata, dan problem difusi oksigen ke
dalam kompos merupakan faktor pembatas dalam proses pengomposan.
Enzim selulase sangat aktif memutuskan turunan
selulosa dapat larut (selulosa amorf) seperti CMC menghasilkan selodekstrin (6
C), selobiosa (4 C) dan glukosa (2 C). CMC-ase merupakan salah satu komponen
kompleks enzim selulase yang menyerang secara acak bagian dalam struktur
selulosa. Aktivitas CMC-ase koloni fungi selulolitik pada media CMC-agar
membentuk zona bening di bawah dan sekitar koloni. Koloni fungi yang
menunjukkan aktivitas degradasi lignin membentuk zona berwarna merah di bawah
dan sekitar koloni karena adanya quinon yang merupakan produk oksidasi guaicol
akibat aktivitas lakase atau peroksidase (LiP, MnP) (Thorn et al., 1996).
Aktivitas enzim secara kualitatif dinilai dari intensitas warna merah dan semi
kuantitatif dinilai dari rasio diameter zona bening atau zona merah terhadap
diameter koloni fungi uji dibandingkan fungi reference.
apa judul lagu blognya ?? share dong
BalasHapus