I. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Nilam (Pogostemon cablin Benth) adalah salah satu
komoditi penghasil minyak atsiri yang banyak dipergunakan dalam
industri kimia sebagai bahan farmasi, bahan baku produk wewangian dan
kosmetika, sehingga nilam menjadi salah komoditi penghasil devisa negara karena
nilam Indonesia menguasai sekitar 70% pangsa pasar dunia, selain itu nilam juga
sebagai sumber pendapatan petani di Indonesia.
Negara-negara
pengimpor utama adalah Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Jerman, Belanda,
Jepang dan Australia. Saat ini harga minyak nilam Indonesia dipasaran dunia
sangat berfluktuasi. Pada tahun 1986 – 1997, harga minyak nilam berkisar antara
Rp.20.500,- – Rp. 40.000,-/kg sedangkan pada tahun 1997 – 1999, pernah
mencapaiRp. 1.100.000,- – Rp. 1.400.000,- /kg dan pada tahun 2004 harga minyak
nilam menjadi Rp.162.000,-/kg.
Yang diambil dari nilam adalah minyaknya yang diperoleh dari hasil penyulingan dari batang dan
daun tanaman (terna), selain itu limbah dari hasil penyulingan yang
terdiri dari ampas daun dan batang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pembuatan dupa, obat nyamuk bakar, pupuk dan mulsa. Rendahnya produktivitas
dan mutuminyak nilam antara lain dipengaruhi faktor-faktor dalam penanganan
panen, pasca panen dan pengolahan yang kurang tepat. Sehubungan dengan hal
tersebut kita perlu memperhatikan faktor-faktor
tersebut.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui alat dan mesin pertanian
yang digunakan dalam kegiatan panen dan pasca panen tanaman nilam.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Singkat Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth)
Nilam merupakan
jenis tanaman perdu yang rendah bercabang-cabang dekat dengan permukaan tanah,
tidak mempunyai batang yang tegak, dan termasuk jenis rerumputan. Nama latinnya
pogostemon cablin benth. Daunnya berbau harum. Tanaman berasal dari India dan
Cina ini tumbuh sebagai bagian dari semak-semak di pinggir kebun atau hutan di
Indonesia. Nilam diambil minyaknya. Daun beserta ikutannya berupa
ranting-ranting kecil direbus lalu uap/asapnya disuling menjadi minyak nilam,
sejenis minyak atsiri.
Tanaman nilam
(Pogostemon cablin Benth.) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri
yang penting, menyumbang devisa lebih dari 50% dari total ekspor minyak atsiri
Indonesia. Hampir seluruh pertanaman nilam di Indonesia merupakan pertanaman
rakyat yang melibatkan 36.461 kepala keluarga petani (Ditjen Bina Produksi
Perkebunan, 2004).
Indonesia
merupakan pemasok minyak nilam terbesar di pasaran dunia dengan kontribusi 90%.
Ekspor minyak nilam pada tahun 2002 sebesar 1.295 ton dengan nilai US $ 22,5
juta (Ditjen Bina Produksi Perkebunan, 2004) Sebagian besar produk minyak nilam
diekspor untuk dipergunakan dalam industri parfum, kosmetik, antiseptik dan
insektisida (Dummond, 1960 ; Robin, 1982, Mardiningsih et al., 1995). Dengan
berkembangnya pengobatan dengan aroma terapi, penggunaan minyak nilam dalam
aromaterapi sangat bermanfaat selain penyembuhan fisik juga mental dan
emosional. Selain itu, minyak nilam bersifat fixatif (mengikat minyak atsiri
lainnya) yang sampai sekarang belum ada produk substitusinya (Ibnusantoso,
2000).
Pogostemon cablin sering juga disebut nilam Aceh. Jenis
nilam ini termasuk famili Labiate yaitu kelompok tanaman yang mempunyai aroma
yang mirip satu sama lain. Di antara jenis nilam, yang diusahakan secara
komersil adalah varietas Pogostemon cablin Benth. Jenis ini sebenarnya dari
Filipina, yang kemudian berkembang ke Malaysia, Madagaskar, Paraguay, Brazilia,
dan Indonesia. (Sudaryani, 2004).
Menurut Trease dan Evan (Hamid dan Syarif, 1992), tanaman
nilam meliputi tiga spesies yaitu P. cablin Benth, P. hortensis, dan P.
heyneanus. Digunakan untuk bahan industri kosmetik, parfum, antiseptic, yang
potensi pasarnya masih sangat terbuka, paling tidak untuk 10 tahun mendatang.
Sifat minyak nilam adalah berat, kental, berwarna kuning hingga cokelat tua,
serta dapat disuling fraksional menjadi beberapa mutu. Daun nilam yang kering
mengandung 1,4 % sampai 4 persen minyak atsiri. Minyak ini mengandung sekitar
40 persen patchouli alcohol. Pada zaman dahulu wanita-wanita bangsawan dan juga
wanita-wanita di daerah pedusunan menggunakan minyak nilam (dilem-Jawa) untuk
meminyaki bayi agar baunya harum.
Di luar negeri sejak dulu sampai sekarang para penenun kain
wol (Kashmir, Australia) menggunakan minyak nilam sebagai pencegah hama kain
ngengat (renget-Jawa). Baunya yang khas menjadi tanda dagang kain wol Kashmir
dengan harga mahal. Kain wol yang bermutu rendah dan harganya murah, setelah
diberi minyak nilam harganya meningkat tinggi. Maka orang-orang Eropa juga
membudidayakan tanaman nilam, terutama di Prancis. Indonesia menjadikan minyak
nilam sebagai komoditi ekspor yang penting. ''Negara-negara Timur Tengah minta
dikirimi berapa ton jumlahnya tidak terbatas dan tidak akan ditolak,( kata
Teddy Wijaya)
Minyak nilam Sumatera Utara bermutu tinggi, menyusul
kemudian produksi Jawa Timur. Bau wanginya yang khas sangat tahan lama. Dalam
parfum digunakan hanya dalam konsentrasi rendah. Parfum ini juga digunakan
untuk esens tembakau, minyak rambut dan beberapa produk cair seperti tinta dan
pengawet kain linen.Selain Indonesia, tercatat pengekspor minyak nilam adalah
Malaysia, Filipina, Brasil, India, dan Cina. Tanaman nilam adalah tanaman
penghasil minyak atsiri, oleh sebab itu produksi, kadar dan mutu minyak
merupakan faktor penting yang dapat dipergunakan untuk menentukan keunggulan
suatu varietas. Disamping itu, karakter lainnya seperti sifat ketahanan
terhadap penyakit juga merupakan salah satu indikator penentu. Banyak faktor
yang mempengaruhi kadar dan mutu minyak nilam, antara lain, genetik (jenis),
budidaya, lingkungan, panen dan pasca panen Kondisi iklim, tanah dan bentuk
wilayah merupakan faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan
tanaman nilam di samping faktor lainnya.
2.2 Morfologi Tanaman Nilam
Klasisifikasi
dari tanaman nilam yaitu :Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Kelas :
Angiospermae, Ordo : lamiales Famili : labiateae, Genus : Pogostemon, dan
Spesies : Pogostemon cablin Benth
Sementara morfologinya adalah akar,batang dan daun dimana
gambaranya sebagai berikut:
1.Akar.
Tanaman nilam memiliki jenis
perakaran berbentuk serabut,dengan jumlah yang tidak terlalu banyak. Dalam
perakaran yang menancap ketanah mencapai 30 – 40 cm.
2.Batang.
Bentuk batang kecil,bercabang-
cabang,dan berkulit tipis pada bagian luarnya.,jenisnya berkayu dengan diameter
10 – 20 mm,dengan sistem percabangannya bertingkat – tingkat mengelilingi
batang (3 – 5 cabang pertingkat ). Setelah tanaman berumur 6 bulan ,tingginya
dapat mencapai 1 meter dengan radius mencapai selebar kurang lebih 60 cm. (
Sudaryani et,al 2004 ).
3.Daun.
Bentuk daun bergerigi, berbentuk bulat dan lonjong.
Permukaan daun agak kasar,memiliki bulu tipis pada bagian luar daun.
2.3. Jenis-jenis Tanaman Nilam
Menurut Trease dan Evan (Hamid dan Syarif, 1992), tanaman
nilam meliputi tiga spesies yaitu P. cablin Benth, P. hortensis, dan P.
heyneanus.
1.
Pogostemon cablin Benth
Pogostemon cablin sering juga disebut nilam Aceh. Jenis
nilam ini termasuk famili Labiate yaitu kelompok tanaman yang mempunyai aroma
yang mirip satu sama lain. Di antara jenis nilam, yang diusahakan secara
komersil adalah varietas Pogostemon cablin Benth. Jenis ini sebenarnya dari
Filipina, yang kemudian berkembang ke Malaysia, Madagaskar, Paraguay, Brazilia,
dan Indonesia. (Sudaryani, 2004)
2.
Pogostemon heyneanus
Sering juga dinamakan nilam jawa atau nilam hutan. Jemis ini
berasal dari India, banyak tumbuh liar di hutan pulau Jawa. Jenis ini berbunga,
karena itu kandungan minyaknya rendah yaitu 0,50-1,5%. Di samping itu minyak
nilam dari tanaman ini komposisi minyaknya kurang mendapatkan pasaran dalam
perdagangan. (Sudaryani, 2004)
3.
Pogostemon hortensis
Disebut juga nilam sabun karena bisa digunakan untuk mencuci
pakaian. Jenis nilam ini hanya terdapat di daerah Banten. Bentuk Pogostemon
hortensis ini mirip dengan nilam Jawa, tetapi tidak berbunga. Kandungan
minyaknya 0,5-1,5%. Komposisi minyak yang dihasilkan jelek sehingga untuk jenis
nilam ini juga kurang mendapatkan pasaran dalam perdagangan. (Sudaryani, 2004)
Diantara ketiga jenis nilam tersebut yang banyak
dibudidayakan yaitu P. Cablin Benth (nilam Aceh), karena kadar dan kualitas
minyaknya lebih tinggi dari varietas lainnya.
Nilam Aceh diperkirakan daerah asalnya Filipina atau
Semenanjung Malaya. Setelah sekian lama berkembang di Indonesia, tidak tertutup
kemungkinan terjadi perubahan-perubahan dari sifat dasarnya. Dari hasil
eksplorasi ditemukan bermacam-macam tipe yang berbeda baik karakteristik
morfologinya, kandungan minyak, sifat kimia minyak dan sifat ketahanannya
terhadap penyakit dan kekeringan.
III. PEMBAHASAN
3.1
Proses Panen
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan
panen nilam adalah umur tanaman, waktu panen dan alat panen. Umur, tanaman
nilam yang terpelihara dengan baik dapat dipanen pada saat tanaman berumur 6
(enam) bulan dan panen selanjutnya dilakukan setiap 4 (empat) bulan sekali
sampai tanaman berumur 3 (tiga) tahun. Waktu panen/pemetikan daun, sebaiknya
dilakukan pagi hari atau sore menjelang malam. Jika pemetikan dilakukan pada siang
hari, sel-sel daun sedang berfotosintesa sehingga laju pembentukan minyak
berkurang, daun kurang elastis dan mudah robek. Kandungan minyak atsiri
tertinggi terdapat pada tiga pasang daun termuda yang masih berwarna hijau.
Alat yang dipergunakan untuk panen, berupa
sabit/ parang dan gunting. Yang harus diperhatikan adalah kebersihan alat yang
dipergunakan dari penyakit nilam yang tertular dari kebun lain. Cara memanen
nilam yaitu dengan memangkas tanaman pada ketinggian 20 cm dari permukaan
tanah. Sebaiknya tiap kali panen ditinggalkan 1-2 cabang untuk merangsang
tumbuhnya tunas-tunas baru pada fase selanjutnya.
3.2
Teknologi Pasca Panen
Pengelolaan agro-industry nilam terdiri
dari dua pekerjaan masing-masing pra
penyulingan dan saat penyulingan. Pengelolaan agro-industry pra penyulingan terdiri dari pengeringan dan pelayuan yang harus diperhatikan, antara lain:
penyulingan dan saat penyulingan. Pengelolaan agro-industry pra penyulingan terdiri dari pengeringan dan pelayuan yang harus diperhatikan, antara lain:
1. Pengeringan jangan
dilakukan terlalu cepat, sebab mengakibatkan daun menjadi rapuh dan sulit
disuling. Oleh karena itu, daun dijemur di atas tikar atau lantai semen untuk
memperoleh sinar matahari selama 3 hari dari jam 10.00-14.00 sampai kandungan
air dalam daun turun sekitar 15% sampai penyulingan akan dimulai.
2. Pengeringan jangan
terlalu lambat, sebab mengakibatkan daun menjadi lembab dan udah terserang
jamur, sehingga rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan rendah.
3.
Tebal
tumpukan daun yang dijemur 50 cm dan dibalik 2-3
kali sehari.
Pengelolaan agroindustry pada saat penyulingan yang
harus diperhatikan antara lain:
1. Terna kering berada pada jarak tertentu di atas
permukaan air. Metode ini dikenal dengan cara dikukus.
2. Jika tangki
alat suling yang digunakan berkapasitas 1.150 liter maka kerapatan daun 100-150
gram/liter atau 120-150 kg/1.150 liter, di mana daun nilam dikukus dengan
sistem tekanan/boiler.
3. Alat Suling
dikonstruksi dari bahan stainless steel agar diperoleh hasil minyak berwarna
lebih jernih.
4. Sebelum
disuling, terna kering terlebih dahulu dibasahi air supaya mudah dipadatkan.
5. Penyulingan terna kering nilam akan
menyerap air sebanyak bobotnya.
6. Waktu yang
diperlukan dalam penyulingan secara dikukus sekitar 5-10 jam.
7. Kecepatan
penyulingan secara dikukus 0.6 kg uap/kg terna.
3.3
Pemanfaatan
Nilam
Setelah panen, daun nilam diolah dengan
cara penyulingan. Ada dua cara cara penyulingan yaitu:
1) penyulingan menggunakan uap langsung;
dan
2) penyulingan air dan uap (dikukus).
Penyulingan dengan cara uap langsung yaitu
melakukan penyulingan terhadap terna (daun dan batang) nilam selama 4-6 jam,
sedang penyulingan dengan cara dikukus memerlukan waktu 5-10 jam. Perbandingan
daun dan batang adalah 2 : 1. Lokasi penyulingan sebaiknya dekat dengan bahan
baku dan sumber air atau lokasi yang mudah memperoleh air yang mengalir untuk
memproses pendinginan.
Alat penyulingan sebaiknya terbuat dari
besi tahan karat (stainless steel) atau flat besi yang digalvanis (carbon
steel) setidaknya pada bagian pipa pendingin dan pemisah minyak, agar diperoleh
hasil minyak yang berwarna lebih muda dan jernih. Untuk penyulingan secara
dikukus, kecepatan penyulingan 0,6 uap/kg terna. Pada penyulingan dengan uap
langsung, tekanan mula-mula 1,0 atm, lalu dinaikkan secara bertahap sampai
2,5-3,5 atm (tekanan dalam ketel suling 0,5 - 1,5 kg/cm2) pada akhir
penyulingan. Bahan bakar yang dipergunakan diusahakan berasal dari bahan bakar
setempat seperti kayu, tempurung kelapa dan batu bara sesuai kondisi lokasi.
Hal-hal yang harus diperhatikan daklam
proses penyulingan adalah:
1) Jika tangki alat
suling yang digunakan berkapasitas 1.150 liter maka kerapatan daun 100-150
gram/liter atau 120-150 kg/liter, dimana daun nilam dikukus dengan sistem
tekanan/boiler.
2) Alat suling
sebaiknya dibuat dari bahan stainless steel supaya diperoleh hasil minyak
berwarna lebih jernih.
3) Sebelum disuling,
sebaiknya terna kering terlebih dahulu dibasahi air supaya mudah dipadatkan
4) Penyulingan terna
kering nilam akan menyerap air sebanyak bobotnya
5) Waktu yang
diperlukan dalam penyulingan secara dikukus perlu waktu sekitar 5-10 jam;
6) Kecepatan
penyulingan secara dikukus 0,6 kg uap/kg ternak
IV.
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Nilam (Pogestemon
cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri
yang penting, baik sebagai sumber devisa negara dan sumber pendapatan petani.
Panen dapat dilakukan pada umur 6 - 8 bulan setelah tanam Adapun Alat panen
yang digunakan adalah sabit, pisau atau gunting.
Mutu
minyak nilam ditentukan oleh beberapa faktor, menyangkut pra panen maupun pasca panen. Faktor pra panen yang mencakup bahan
tanaman, teknik budidaya, cara dan waktu panen maupun
faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan mutu bahan olah yang akhirnya akan berpengaruh
terhadap mutu hasil olahannya. Sedangkan faktor pasca panen mencakup
penanganan bahan olah, cara pengolahan termasuk alatnya, pengemasan
dan penyimpanan sangat berpengaruh pula terhadap mutu produk akhir.
4.2
Saran
Dalam Melakukan Penyulingan di butuhkan ketelitian dalam
melakukannya, agar mendapatkan hasil minyak yang baik dan bernilai tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad
Daud.1999. Nilam Budidaya dan Penyulingan.Cv Yasaguna
Anonim,
2013. Nilam. http://nilam xxpro tecnologhy.com. diakses tanggal 21 Mei 2013
Anonim,
2013 . http://www.dephut.go.id/files/Nilam.pdf .diakses tanggal 21 Mei 2013
Asman, A.,
E.M. Adhi dan D. Sitepu, 1998. Penyakit layu, budok dan penyakit lainnya serta
strategi pengendaliannya.
Anonymous,
1998. Survey inventarisasi hama dan penyakit tanaman minyak atsiri di Jawa
Endang
Hadiopentyanti dan Ma,mun 1996. Prospek
Pengembangan Beberapa Jenis Minyak Atsiri Baru dan Potensi Pasar. Biro
Statistik Jakarta
Rosman,
R., Emmyzar dan pasril Wahid, 1998. Karakteristik
lahan dan iklim untuk perwilayahan pengembangan. Monograf nilam. Balittro 5
: 47-54.
Trisawa,
I. M., dan Siswanto, 1994. Pengaruh
ekstrak biji nimba terhadap ulat penggulung daun dan tungau merah pada tanaman
nilam. Laporan Hasil Penelitian. 11 hal (tidak dipublikasikan).